Jumat, 30 Juli 2021

Matematika MA kelas XI

LKPD Matematika Wajib kelas XI Semester 1
Notasi Sigma: https://drive.google.com/file/d/1av0h4VJDH1hGdtsLf-_n1mjRjXTFxvRe/view?usp=sharing
Induksi Matematika: https://drive.google.com/file/d/1eXAfegCclBcT28gZetCcgDWsCXti_ilY/view?usp=sharing
Konsep Program Linier: https://drive.google.com/file/d/1EMbrFcg4dgnO-H9SaWKrZukfsjsC5R7x/view?usp=sharing

Sabtu, 05 Oktober 2019

Mengatasi siswa yang tidak punya HP atau Android atau tidak punya kuota untuk mengerjakan soal on line

Masalah yang selalu muncul saat membuat soal on line adalah tidak punya kuota. Walaupun mengajar di Madrasah Aliyah (Setingkat SMA) yang letaknya di pusat kota, di setiap kelas, walaupun hampir sua punya HP, tapi hanya sekitar separuh dari jumlah siswa yang punya kuota. Saya juga pernah mengajar di madrasah aliyah swasta di pinggir kota, situasinya lebih parah lagi, hanya 25% yang punya android plus kuota, sisanya android tanpa kuota dan HP jadul (bukan android) dan 25% nya lagi memilih tidak membawa/memiliki HP. Bagaimana cara mengatasi hal ini?

Salah satu cara yang saya gunakan agar anak tetap bisa menyetorkan jawaban secara on line adalah dengan menyuruhnya menjawab terlebih dahulu di kertas, lalu mengirim jawaban di google.form di akhir waktu pelajaran. Jadi soal yang saya pakai tetaplah soal yang ada di buku MGMP sehingga siswa bisa tetap belajar buku di rumah. Jika itu soal ulangan, guru mungkin bisa minta anak-anak mengerjakan soal di fiewer terlebih dahulu dan menghitungnya di buku mereka. Setelah waktu yang ditentukan untuk mengerjakan habis, barulah giliran waktu untuk menginput jawaban ke google.form. Siswa bisa bergantian menggunakan hape untuk menginput jawaban mereka.

Begitu juga jika ada tugas melihat video, kita bisa menggunaka satu kuota saja untuk menontonnya melalui laptop (jika mereka bisa menonton secara berkelompok) atau satu saja di fiewer (NOBAR: Nonton Bareng), barulah kemudian menjawab soalnya sendiri-sendiri.

Andai pun peraturan sekolah melarang siswa menggunakan/membawa android, kita masih bisa memberikan tugas on line sebagai PR. Hati-hati karena ini bisa jadi modus siwa memaksa orang tua membelikannya android, karena tidak semua orang tua mampu. Kadang ortu mereka hanya buruh cuci baju, buruh tani atau ojek non-on-line. Kita harus tegas menjawab bahwa kita tidak mewajibkan siswa punya android dan kuota jika orang tua menanyakannya. Kita harus menjawab bahwa ini adalah bagian dari mengajari anak problem solving, bekerjasama dan saling membantu. Lagian cuma menginput jawaban tidak akan butuh waktu lama jika soal sudah dikerjakan di kertas.

Beruntung jika kita diijinkan menggunakan laboratorium komputer untuk mengajar menggunakan android. Tapi umumnya laboratorium komputer itu khusus untuk pelajaran TIK (Prodistik). Dan laboratorium komputer itu sangat disayang agar tidak rusak dan lancar digunakan untuk UN (Ujian Nasional) nanti, begitu juga dengan internetnya. Jadi, mengatasi masalah secara mandiri dengan menggunakan android pribadi merupakan solusi terbaik. Lagipula siswa yang punya android sudah banyak, dan android bukan hal yang asing lagi bagi anak-anak kita.

Ternyata, masalah juga muncul pada anak yang sudah punya hape dan sudah punya kuota. Masalah yang sering muncul adalah lupa password gmail mereka. Jadi, karena yang membelikan hape adalah orang tuanya, email dibuatkan orang tua dan tidak tahu passwordnya. Atau karena terlalu lama tidak buka email, mereka lupa password. Beruntumg jika nomor telepon untuk pemulihan akun gmail ada di dalam hapenya, maka password email baru bisa dibuat.

Tantangan Pendidik di Era IOT (Internet of Things)

Banyak budaya yang tergeser akibat perkembangan jaman IOT (Internet of Things). Salah satu yang membuat miris adalah kebiasaan phubbing.

Suatu ketika saya berkunjung ke rumah saudara di kota besar yang anaknya baru saja wisuda. Berkali kali ibunya memanggil agar anaknya segera keluar dari kamar dan bersalaman dengan saudaranya yang datang dari jauh ini, dan belum tentu bisa tiap tahun berkunjung ini. Sampai setengah jam lebih akhirnya dia keluar. Ketika saya tanya, "Sibuk sosmed atau main game?" "Game apa?" tanya saya lagi. "Free Fire," jawabnya.

Sama anakku yang masih kelas 6 SD juga suka lupa, kalau nge-game atau sosmed-tan, sampai gak peduli sama orang-orang disekitarnya. Aku langsung khawatir phubbing ini akan terus berlangsung samapai dia lulus kuliah seperti anak sepupuku ini.

Jadi ingat diri sendiri yang sudah kepaten obor (tidak kenal) dengan anak-anak sepupu orangtuaku. Baru kusadari pentingnya adat yang dilakukan oleh mertuaku. Setiap ada tamu/saudara datang, ibu mertuaku memanggul semmua anaknya, yang tidur dibangunkan, yang kerja disuruh pulang sebentar, apa lagi kalau cuma di sawah pasti dia suruh pulang. Ternyata inilah pentingnya menghormati kedatangan saudara, apalagi yang dari jauh. Agar tidak kepaten obor.

Hal penting lain adalah bagaimana bersikap ketika kita lagi phubbing, ngobrol lewat WA (WhatsApp), kemudian ada teman di dunia nyata kita ikut ngomong. Mana yang harus kita dahulukan? Bagaimana seharusnya bersikap? hal ini juga harus diajarkan.

Bagaimana sopan santun mengirim pesan WhatsApp formal kepada guru/pembina ekskul menjadi PR guru Bahasa Indonesia sekarang. Mungkin pelajaran membuat surat lamaran dengan menulis di kertas bukan lagi hal yang menarik dipelajari bagi siswa karena banyak pekerjaan yang melamar dan tesnya sudah on line.

Bahasa yang sopan dalam forum resmi sering kali terabaikan oleh anak anak jaman sekarang, mereka bahkan menggunakan kata "aku" bukan "saya" ketika berbicara dengan gurunya di WA, sekolah atau Forum classroom.google.com. Hal ini menjadi masalah yang parah ketika mereka menjadi figur publik, misal menjadi artis, dengan menggunakan kata "aku" saat diwawancarai reporter TV, publik dapat langsung menerka tingkat pendidikan dan sopan santun berbicara dia.

Bagi pelajaran agama, mungkin bisa dipertanyakan "bagaimana hukumnya membobol WiFi Khusus kantor TU madrasah/sekolah"

Pelajaran ekonomi bisa mengajarkan bagaimaba berdagang (jual/beli) di pasar on line. Bagi pelajaran akuntansi "bagaimana menghitung laba dengan cepat menggunakan aplikasi dagang yang bisa di download secara on line?".

Pelatihan Membuat Soal CBT (Computer Based Test)

Pada suatu ketika saya diajari cara membuat soal CBT. Saya merasa senang dan optimis. Yang diajarkan adalah membuat soal dengan aplikasi hotpotatoes. Namun di akhir acara pak dosen menjelaskan bahwa untuk bisa menggunakan aplikasi hotpotatoes, sekolah harus menyediakan server. Nah ini yang sulit, minta uang ke sekolah harus pakai proposal dan penggunaannya harus jelas berhasil. Jika tidak, bisa sangat malu lah saya. Untunglah pak hosen mengarkan cara memasukkan html hotpotatoes ke blogger.com saya. Saya mencobanya namun saya kecewa karena nilai siswa tidak langsung keluar. Akhirnya saya mendam dalam dalam keinginan menggunakan hotpotatoes di sekolah. Ketika saya menceritakan hasil pelatihan yang saya dapatkan di MAN 1 Jember kepada teman saya di MAN 2 Jember, dia menjelaskan bahwa jika membutuhkan server, program exambro lebih baik karena tidak memungkinkan siswa membuka windows yang lain untuk tanya ke google search. Ternyata masalah perlu server bukan hanya masalah saya saja. Mereka mereka sudah tau sebelumnya. Ketika seorang teman di TU MAN 2 Jember menggunakan sebuah aplikasi untuk memutuskan kemana para guru pergi rekreasi dengan membuat voting, saya tanyakan padanya aplikasi apa yang dia pakai. Ketika dia menjawab bahwa aplikasi yg dia pakai adalah google.form, saya segera belajar dengan tanya ke google cara menggunakan google.form. yang ternyata adalah aplikasi pengisian formulir yang bisa ditemukan di google.drive. Saya mulai menggunakan google.form di akhir tahun 2018 untuk Mata pelajaran Matematika wajib semester 1. Itupun saya belum tahu cara melihat nilai, dan belum sadar kalau google juga bisa memberikan nilai pekerjaannya langsung pada siswa. Jadi saya memindah jawaban mereka di spreadsheet ke aplikasi Ms.Excel di laptop saya lalu membuat rumus perintah IF untuk mengoreksi jawaban anak anak dengan cepat. Namun kemudian Pak Anam yang barusaja mendapatkan pelatihan cara menggunakan google.form,melihat saya sibuk membuat rumus IF untuk membuat kunci otomatis nilai siswa di Ms.Excel, dia tersenyum dan mengatakann bahwa google.form bisa menghitung nilai siswa otomatis. Saya segera belajar dengan bertanya ke google.search. Kemudian saya biasa membuat google.form dan membiarkan google yang langsung memberikan nilai ke siswa segera setelah mereka mengerjakan soal. Saya sangat senang. Waktu saya jadi lebih banyak untuk menemui dan bersenang-senang dengan anak saya. Dan saya tidak mikir server lagi, karena google memberikan ruang dan fasilitas secara gratis. Sampai kemarin saya mendapat pelatihan tentang classroom.google.com , tampilan forumnya mirip beranda facebook, hanya saja sedikit membosankan karena tidak bisa pakai emoticon. Tapi saya tetap optimis bahwa classroom.google.com ini bisa membantu kita menghadapi era IOT (Internet of Things) ini.